Senin, 29 April 2013

Permasalahan Hubungan Industrial Pancasila Di Indonesia

Prinsip hubungan industrial yang diterapkan di Indonesia adalah prinsip hubungan industrial Pancasila. Prinsip ini menghendaki bahwa dalam mengatasi berbagai permasalahan atau sengketa di bidang ketenagakerjaan yang terjadi harus diselesaikan melalui prinsip hubungan industrial Pancasila.
Terjadinya perselisihan di antara manusia merupakan masalah yang lumrah karena telah menjadi kodrat manusia itu sendiri, oleh karena itu yang penting dilakukan adalah bagaimana cara mencegah atau memperkecil perselisihan tersebut atau mendamaikan kembali mereka yang berselisih.
Menurut Zeni Asyhadie (Zainal Asikin, 2004:201-202) bahwa yang menjadi pokok pangkal kekurangpuasan pada umumnya berkisar pada masalah :
a.    Pengupahan;
b.    Jaminan sosial;
c.    Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai dengan kepribadian;

d.    Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban;
e.    Adanya masalah pribadi.
Menurut Charles D. Drake (Lalu Husni,2005:41-42) bahwa perselisihan perburuhan yang terjadi akibat pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan karena :
a.    Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini tercermin dari tindakan-tindakan pekerja/ buruh atau pengusaha yang melanggar suatu ketentuan hukum, misalnya pengusaha tidak mempertanggungjawabkan buruh/ pekerjanya pada program jamsostek, membayar upah di bawah ketentuan standar minimum yang berlaku, tidak memberikan cuti dan sebagainya.

b.    Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan, pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin lalu diperlakukan berbeda.   
 
Upaya Menegakkan Hubungan Industrial Pancasila Di Indonesia
Untuk mencari solusi, kita harus memperhatikan peta masalah yang telah digambarkan di atas. Pengubahan sikap mental dan budaya hukum yang masih cenderung menganggap buruh dan majikan adalah pihak-pihak yang berseberangan, tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya pendidikan dan penyadaran bahwa kepada masyarakat bahwa ‘penerapan ‘sistem kemitraan’ bagi buruh dan majikannya akan lebih menguntungkan semua pihak. Bila buruh dan majikan menjadi mitra yang bergotong royong mencari keuntungan bagi perusahaan, dan bila hasil dari keuntungan itu selain dinikmati perusahaan juga dikembalikan kepada buruh untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, maka buruh dan majikan akan memiliki kekuatan ekstra untuk mencapai keuntungan perusahaan yang maksimal. Buruknya penegakan hukum harus diselesaikan dengan menggunakan berbagai upaya.

Penegakan disiplin dari aparat yang berkaitan dengan ketenagakerjaan (misalnya pegawai pengawas) merupakan salah satu hal krusial. Bukanlah rahasia umum bahwa kinerja aparat tersebut saat ini sangatlah buruk. Banyak pengusaha yang menyatakan bahwa mereka hampir secara rutin dikunjungi oleh aparat pajak dan aparat ketenagakerjaan, dan mereka harus ‘memberi uang saku’ bila tidak mau masalah di tempat mereka diusik. Sikap koruptif dari pegawai pengawas ketenagakerjaan yang bersedia untuk menerima suap demi mendiamkan masalah di suatu tempat kerja, merupakan salah satu hal terpenting yang menyebabkan gagalnya penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Perlu dilakukan penjatuhan sanksi hukum bagi pegawai pengawas yang terbukti melanggar hukum. Pihak yang berkonspirasi dengan mereka untuk membiarkan terjadinya pelanggaran hukum juga harus terkena sanksi hukum. Bila seorang pengusaha tidak mengikutsertakan buruhnya dalam program Jamsostek; dan dapat dibuktikan bahwa pegawai pengawas sebenarnya mengetahui hal tersebut tetapi membiarkan pelanggaran itu karena mereka telah memperoleh sogokan dari pengusaha tersebut, maka baik pengusaha maupun pegawai pengawas tersebut sama-sama harus dikenai sanksi hukum.

Evaluasi terhadap perUndang-Undangan juga merupakan hal yang sangat penting. Hanya peraturan yang isinya tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dari Pancasila, UUD 1945 atau peraturan lain yang lebih tinggi; dan bila isi peraturan tersebut tidak sesuai rasa keadilan, kesejahteraraan dan ketentraman masyarakat lah yang harus diganti. Peraturan yang sudah sesuai tetap harus dipertahankan. Mengubah peraturan terlalu sering juga tidak terlalu menguntungkan, mengingat hal itu justru juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Sumber :
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/jenis-perselisihan-hubungan-industrial.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar