Minggu, 06 Mei 2012

Proses Pembayaran Dengan L/C


1). Buyer berinsitif untuk memesan barang/jasa

(2). Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan memberitahukan   “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk.

(3). Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank) untuk membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk oleh seller.

(4). Issuing Bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Advising Bank.    (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller sebagai konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika issuing Bank tidak mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara.

(5). Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada beneficiary (seller).

(6).Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary (seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C (dokumen export). Jika dokumen telah siap, maka benef iciary akan menyerahkan dokumen tersebut kepada Advising Bank.

(7). Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Issuing Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen akan ditolak dan dikembalikan kepada beneficiary serta memberitahukan penyimpangan yang telah terjadi.

(8). Begitu dokumen diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan term and condition di dalam L/C, Jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak. Jika sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak beneficiary (seller) melalui Advising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut ke pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari issuing bank, pihak buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa tersebut.


Letter of Credit Amendment



 
Perhatikan butir (4) dari alur proses L/C di atas, begitu sebuah Letter of Credit dibuka, maka Issuing Bank akan mengirimkan L/C tersebut ke pihak Advising Bank, sekaligus mengirimkan copy L/C tersebut kepada pihak buyer. Selanjutnya buyer akan mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller. Seller akan memeriksa isi “Term and Condition” dari L/C yang dibuka. Apabila seller menemukan kondisi atau persyaratan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (tidak bisa dipenuhi), maka seller akan meminta pihak buyer untuk melakukan perubahan atas L/C tersebut. Perubahan L/C itulah yang disebut dengan Letter of Credit Amendment. Jika buyer setuju dengan perubahan (amendment) yang diminta oleh seller, maka buyer akan meminta pihak Issuing Bank untuk melakukan amendment. Issuing Bank mengirimkan amendment tersebut ke pihak Advising Bank. Advising Bank menyampaikan amendment tersebut kepada pihak seller (beneficiary) sekaligus minta konfirmasi bahwa amendment tersebut memang diminta oleh pihak seller

Hubungan Bilateral Bisnis Dengan Negara Lain



Hubungan bilteral adalah suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara 2 Negara. Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral adalah hubungan multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).
Dalam hubungan bilateral bisnis Indonesia sudah banyak melakukan kerjasama dengan negara lain. Salah satunya adalah hubungan bilteral Indonesia – Cina dalam bidang bisnis. Hubungan bilateral Indonesia China kini memasuki usia 62 tahun. Bagi China, posisi Indonesia cukup penting. Selain keduanya merupakan anggota G-20, Indonesia dan China juga anggota organisasi perdagangan WTO dan masuk dalam ASEAN+3. Hubungan perdagangan terus meningkat.
Pemerintah Indonesia dan China sepakat meningkatkan kerjasamanya menuju kemitraan strategis (strategic partnership).  Ada 15 nota kesepahaman yang ditandatangani oleh kedua negara, di antaranya kesepahaman di sektor pengembangan kawasan industri, pelabuhan, jalan, energi alternatif, pertambangan, perkebunan, dan pariwisata.
Pada 2011 total perdagangan kedua negara lebih dari USD50 miliar. Kemitraan strategis ini bisa dikatakan sebuah terobosan yang sangat bagus. Apalagi, kalau kita menengok ke belakang hubungan diplomatik antara Indonesia dan China sempat ‘’terganggu’’ para era Orde Baru. Pada era reformasi, normalisasi hubungan kedua negara dihidupkan lagi. Karena itu, momentum ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kesepakatan ini sungguh menggembirakan dan patut diapresiasi.Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini, kita tidak bisa lagi menutup diri dengan negara lain di dunia. Sesuai dengan misi politik luar negeri kita saat ini, yakni thousand friends, zero enemy, kesepakatan ini akan membuat pertemanan kedua negara makin dekat. Yang paling penting adalah kesepakatan yang dicapai Indonesia China ini harus didasari oleh niat baik yang saling menguntungkan. Tidak fair juga kalau kesepakatan ini hanya menguntungkan salah satu pihak. Indonesia harus berupaya untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kesepakatan ini. Artinya, kepentingan nasional Indonesia harus benar-benar menjadi tujuan diplomasi kita. Jangan sampai kesepakatan ini nantinya hanya menguntungkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu apalagi hanya menguntungkan segelintir individu.Itu yang harus dihindari. Sejauh ini tren hubungan perdagangan dengan China relatif naik turun.
Dengan kemitraan strategis ini, diharapkan perdagangan kita terus membaik dan surplus. Ekspor harus terus digenjot untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Jangan sampai kita hanya menjadi pasar bagi barang-barang China. Yang lebih menyedihkan lagi, jangan sampai industri kita akan gulung tikar karena tidak bisa bersaing. Bagaimanapun China merupakan mitra dagang yang sangat strategis. China saat ini menjadi raksasa ekonomi dunia. Apalagi tren ekonomi dunia pada abad ini telah bergeser ke Asia pascakrisis berkepanjangan yang melanda Amerika Serikat dan Eropa. Posisi China pun di tingkat global sudah semakin dominan.Karena itu,kita harus mempersiapkan diri dengan baik agar bisa bersaing.

Demi menyongsong era baru dengan China ini,Indonesia harus berbenah. Kita memiliki pekerjaan rumah yang banyak, seperti masalah infrastruktur, perizinan,kepastian hukum, birokrasi,dan pungutan liar. Semuanya harus diperbaiki dengan cepat. Tanpa itu, kita akan tertinggal dan dipastikan tidak akan mendapatkan manfaat yang maksimal dari kerangka strategic partnership ini. Sudah saatnya Indonesia terus aktif untuk membangun kemitraan sejenis dengan negara-negara lain yang memiliki potensi menguntungkan bagi kepentingan nasional kita. Kita juga bisa menawarkan kemitraan strategis dengan Jerman, apalagi hubungan bilateral Indonesia-Jerman pada tahun ini telah berusia 60 tahun. Bagaimanapun Jerman memiliki kekuatan ekonomi yang besar di Uni Eropa. Diharapkan, kemitraan strategis bisa membawa manfaat sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.